Jadi
di instagram gue @ukasyah24 baru aja mengunggah foto yang berhubungan
dengan air, walaupun editannya rada-rada aneh (harap maklum) tapi dominannya
air di gambar tersebut tidak sama seperti Indonesia yang mengalami krisis air
bersih bahkan hingga di ibukotanya. Jadi inilah tulisan gue kali ini. Hope you enjoy it!
Menurut
Wikipedia, air adalah senyawa yang penting bagi semua bentuk kehidupan di bumi.
Senyawa yang penting harusnya didapatkan dengan mudah dong, itu
logikanya. Faktanya, Jakarta mengalami krisis air bersih yang berakibat
langkanya air di wilayah ibukota tercinta kita ini. Seperti yang diberitakan
CNN Indonesia (Juni 2017) bahwa Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut 80 persen air tanah di wilayah
Cekungan Air Tanah (CAT) Jakarta mengalami krisis air bersih atau tidak
memenuhi standar Menteri Kesehatan Nomor 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan
Kualitas Air Minum.
Pada
tahun 2012, VIVA mengabarkan air di Jakarta merupakan salah satu air bersih
termahal yang ada di dunia dengan kisaran harga per meter kubik adalah sebanyak
Rp37 ribu hingga Rp85 ribu. Itu di Jakarta lho belum wilayah lain.
Pekalongan, Cilacap, dan Banyumas telah disalurkan
air oleh BPBD pada Juli tahun ini
dikarenakan krisis air bersih. Begitu juga dengan desa Kalikayen di Semarang
yang alami krisis karena dampak kemarau.
Kok
bisa sih?
Kondisi
air yang bagus seharusnya sebanyak 65 persen berupa green
water, dan 35 persen blue water. Green water merupakan air yang bisa meresap ke tanah,
sedangkan blue water adalah air yang
mengalir. Itu yang bagus.
Kira-kira
Indonesia bagaimana ya? Indonesia sendiri justru ada di posisi sebaliknya di
mana persentase blue water justru lebih banyak dibanding green water. Makanya,
jangan heran kalau wilayah di Indonesia pas musim hujan banjir, pas musim
kemarau kekeringan. Minimnya daya tampung tanah jadi salah satu penyebab utama dari krisis
air di Indonesia.
Masih
fokus terhadap pemakaian air tanah juga mempengaruhi krisis air yang
terjadi di Indonesia, air laut yang melimpah seantero negeri juga belum
bisa dimaksimalkan dengan baik oleh pemerintah. Belum lagi, sifat
manusianya yang masih boros terhadap pemakaian karunia Tuhan ini. Mulai
dari hal normal untuk minum hingga wudhu pun masih berlebihan dalam
memakainya.
Solusi
Pada
hari air dunia tahun ini, LIPI mengklaim telah berhasil membuat konsep di mana
konsep tersebut diperuntukkan bagi wilayah yang minim akses terhadap
ketersediaan air bersih dengan sistem pengelolaan dan penerapan teknologi yang
dikembangkan LIPI. Konsep aplikasi tersebut dinamakan One Island, One Plan, One
Water. Konsep tersebut merupakan salah satu solusi yang ditawarkan untuk
mengatasi krisis air di Indonesia.
Pelajar-pelajar
di Indonesia pun tidak mau tinggal diam menghadapi isu krisis air ini. Mengetahui
luasnya laut di Indoesia, para pelajar ini mengubah air laut menjadi air tawar.
Haqqi Hidayatullah dan Yazid Alkhoiri, siswa SMAN 2 Lamongan
berhasil membuat alat berupa prototype (purwarupa) yang
menggunakan kaca sebagai reflektor dari panas matahari sehingga mampu mengubah
air laut yang asin menjadi air tawar yang bersih dan bisa dikonsumsi. Cara
kerjanya, air laut yang asin dimasukkan ke dalam purwarupa kaca reflektor.
Sama seperti di Lamongan, siswa di SMAN 3 Lumajang berhasil membuat alat pengubah air laut ke air
tawar yang layak dikonsumsi dengan mudah dan biaya murah tidak lebih dari 200
ribu rupiah.
Masih banyak penemuan serupa oleh pihak lain, tapi entah
kenapa penggunaan alat-alat tersebut belum bisa dimaksimalkan dengan baik oleh
pemerintah sebagai upaya penanganan krisis air bersih di Indonesia. Semoga saja
penemuan-penemuan tersebut jatuh ke tangan yang tepat yaitu rakyat Indonesia,
bukan yang diabaikan pemerintah kemudian bernasib seperti penemuan-penemuan
lainnya yang diapakai di negara lain.
Terima kasih buat yang baca sampai akhir, semoga mendapatkan
manfaat dan bisa menghargai kehadiran air di setiap tempat lebih berarti untuk
kehidupan kalian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar