Tahun baru diriku yang baru. Kalau ada alat
ukur omdometer mungkin kata itu menempati peringkat lima besar dengan jumlah
pembicara terbanyak. Gue siap deh jadi partisipan kalau ada omdometer. Buktinya
gue masih begini-begini aja, niatnya mau ambis progress inten malah ambis liat
story instagram orang.
Sambil mengumpulkan niat nempel-nempelin soal buat progress,
gue keinget momen ketika Bu nurul mulai banyak diperbincangkan di angkatan gue.
Waktu itu gue masih kelas X dan perbicangan tentang kesaktian Bu nurul yang
paling gue sering dengar adalah tentang ucapan dia yang kurang lebih bunyinya:
“Kalau belum mati ya harus datang ke
sekolah dong, gaada sakit-sakitan.”
Kalau lu baca selintas mungkin dibenak lu
muncul pemikiran negatif tentang pernyataan di atas. Kesannya guru satu ini
benar-benar tidak punya rasa kemanusiaan bahkan ketika muridnya sakit tetap
tidak ditoleransi. Padahal ucapan dia tidak diniatkan seperti itu.
Gue yang kebetulan menjadi kelas terdakwa
yang dimarahi beliau karena ada yang tidak hadir waktu ujian praktik merasa
tidak benar adanya. Kenapa? Yaa itu karena ucapan dia bukan fokus di hal
itu.
Aslinya dia bilang gitu gara-gara ada temen
gue yang izin gamasuk karena sakit perut. Dia beranggapan kok sampai mules
sedikit dijadikan alasan ketika banyak orang (termasuk bu nurul sendiri) yang
sakit lebih parah dari itu tapi tetap masuk ke sekolah. Dia melanjutkan ucapan
kontroversi itu dengan memberikan nasihat:
“Kalau kalian sakit, datang aja ke sekolah.
Nanti teman-temanmu bakal buat kamu gabakal merasa sakit lagi.”
^^ Another kata bijak dari Bu Nurul.
^^ Another kata bijak dari Bu Nurul.
Kalau dilihat dari sosok Bu nurul sendiri,
gak heran banyak yang menganggap bahwa ucapan dia yang kontroversial itu benar
adanya dan memang itu niatnya. Secara tidak langsung, banyak murid mengalami penilaian
yang terganggu objektivitasnya dan memotong kebenaran yang ada di depan mata
akibat besarnya pengaruh suatu hal yang dalam kasus di atas adalah akibat
pengaruh sosok tegas yang sering kali diperlihatkan oleh beliau.
Istilah yang sering dan ingin gua pakai
untuk menggambarkan kasus ini adalah bias.
Bias adalah suatu hal yang dimaklumi,
tetapi mengabaikan kebenaran yang ada sesungguhnya.
Bias sering terjadi karena kecintaan kita
terhadap suatu hal hingga kita kehilangan objektivitas dan mengabaikan fakta
yang ada. Menyimpang, itu kata yang disediakan KBBI untuk menggambarkan
kejadian bias.
Bias mulai gua amati makin sering gue alamin semenjak
gue kelas XI, ketika gue adu bacot dengan rafli tentang gol kontroversial MU ke
gawang Liverpool yang ditangkap kamera dalam posisi offside. Berbagai
pendapat berbeda muncul dalam kejadian yang sama terlihat, tapi gara-gara bias
makin keruh perbincangan untuk mencari mana yang paling objektif. Di lain sisi,
MU dan Liverpool sukses membuktikan bahwa penampilan dan branding mereka
cukup baik hingga menggerakan penggemar untuk membahas suatu hal yang bahkan di luar dari kehendak keduanya.
Makin besar penggemar suatu brand,
makin sulit juga untuk menemukan keobjektifan dalam membahas brand
tersebut. Brand di sini bukan hanya merk melainkan bisa juga tokoh
politik bahkan sampai universitas favorit. Jangan heran kalau banyak akun
social media menggoreng isu “manakah yang terbaik” untuk menaikkan dan
mengangkat pamor akun tersebut agar muncul ke permukaan.
Bias di kehidupan zaman sekarang adalah hal
yang sudah biasa kita temui sehari-hari.
Dengan banyaknya media sosial yang
wara-wiri di gawai kalian, arus informasi pun akan terus mengalir dengan
berbagai konten di dalamnya tinggal lihat kolom komentar dan berbagai
pernyataan bias pun siap kalian cerna sesuai selera.
Hal diatas sayangnya tidak dibarengi dengan
bijaknya para netizen, terutama netizen Indonesia. Menyebut dirinya sebagai keyboard
warrior, akun-akun bodong penyebar penyataan bias merajalela memainkan
sifat orang Indonesia yang kadang sensitif banget tapi malas cari tahu. Sarana
permainannya antara lain judul dan gambar clickbait, memotong kemudian
menyambung omongan orang terkenal lalu diunggah, mengirim broadcast
abstrak yang entah dari mana sumbernya (biasanya kaum emak dan bapak yang
konsumsi beginian), serta menginformasikan berita yang di screenshot
dari sebuah portal berita yang bahkan judulnya bisa di inspect element.
Kalo tadi sarananya sekarang gue mau kasih
tau dampaknya bisa apa aja, diantaranya peluang terjadi perpecahan makin besar,
terkadang kita fokus justru ke bukan masalah vital negara ini, dan kita menjadi
darah tinggi sendiri contohnya ketika melihat perdebatan kaum bumi datar dengan
kaum bumi bulat.
Bias ada positifnya ga?
Tergantung gimana cara lu nanggepinnya,
bagi orang yang terbiasa butuh klarifikasi dan butuh fakta untuk setiap halnya,
melihat komentar atau pendapat orang yang bias justru akan membuat daya tarik
orang tersebut untuk mencari tahu kebenarannya. Dan secara tidak langsung
belajar untuk memahami fakta dan mempertimbangkan opini.
Yak, sekian dari gue. Semoga lu bisa
menyikapi banyaknya pernyataan dan isu bias dengan bijak karena segala sesuatu di media sosial sekarang baik portal berita ataupun media sosial yang umum seperti instagram, facebook dan lain-lain makin banyak informasi-informasi keliru, makin banyak orang yang setuju, makin terbiasa untuk dibiaskan.
Salam Candramawa!
Lah gua di sekolah temen malah nambah penyakit
BalasHapus