Memberi rasa
puas kepada diri kita sendiri adalah salah satu kewajiban tidak tertulis yang
mesti dilakukan agar lebih membentuk mental kita sebagai seorang yang paham
betul dengan situasi kita saat ini. Hal itu yang dilakukan oleh saya ketika
memutuskan membuat satu porsi mi instan dan juga membeli ayam goreng hisana
untuk menemani saya menonton salah satu film yang terdaftar di list yang
dibuat oleh Zenius berikut ini:
https://www.zenius.net/blog/1501/14-film-dan-10-buku-untuk-mengisi-liburan-sekolah
Saya sudah
menonton 3 film (Fight club, Shawshank Redemption, dan Forrest Gump) dari 14
film yang mereka sarankan dan hasilnya fyuh.. sangat memuaskan. Saya berterima
kasih tehadap Glisca Syalindi yang telah membuat rekomendasi tersebut
karena bukan hanya menawarkan alur yang menarik serta konflik yang bergidik
melainkan juga menghibahkan berbagai macam pesan moral yang bisa dijadikan
oleh-oleh untuk pemikiran kita setibanya saat libur telah berakhir.
Membuka tautan
yang memuat deretan rekomendasi film, membiarkan mata menjelajah setiap
paragraf berisi sinopsis, serta merelakan poster film memasuki sugesti otak
menjadi kegiatan menghibur mental yang jatuh karena ditinggal guru yang berjasa
ketika masa SMP dulu. Ibu Sri Murdaningsih, guru pertama yang mengajarkan saya
untuk menulis apa saja informasi yang saya dapat ketika membaca. Beliau menerapkan
cara mengajar tersebut dengan meminta setiap anak membuat rangkuman kecil
tentang mata pelajaran dia (IPA) di buku kecil yang kita sebut notes. Tulislah
apa-apa saja informasi yang telah kalian dapat, gambarlah detailnya jika
merupakan kebutuhan, salin di mesin perbanyak jika kau meragukan kemampuan
menggambarmu, itulah beberapa potongan rekaman dari kenangan yang berharga
bersama pendidik itu. Keras kepala tidak ingin meninggalkan kerajaannya di UKS,
menyarankan pemuda satu ini memakai uang kas untuk membantu pramubakti sekolah,
dan mendidik murid-muridnya agar lebih menghargai orang lain menjadi perekat
dari rekaman kenangan yang terputar di otak saya. Ayunan kipas angin berpower
dua menyadarkan kembali tentang deretan film yang menganga di muka. Sebuah film
berjudul The Boy in Stripped Pajamas menjadi pilihan sang tetikus dalam
tugasnya membantu penulis menentukan film apa yang akan menemaninya mala mini.
Dibuat dengan garapan
sutradara Mark Herman yang mengangkat kehidupan keluarga tentara ketika NAZI
berkuasa, film ini memberi kesan yang berbeda dengan film bertema sama
kebanyakan. Mengambil sudut pandang anak kecil polos yang gemar melakukan
petualangan membuat film ini menampilkan ciri khasnya tersendiri. Alur maju
yang ditawarkan dengan menyulap pikiran kita agar tidak terlalu berat dalam
mencerna setiap adegan yang dimainkan menjadi keuntungan sendiri bagi film yang
mengadaptasi novel karangan tahun 2006 ini.
Layaknya percakapan
seseorangan dengan pasangannya. Film ini dibangun dengan sesuatu yang sederhana
serta mudah dicerna di awal kemudian peristiwa yang kompleks dan sulit diterima
penikmat film di akhir. Sama seperti komentar yang tertera di trailer yang
tersedia di youtube, saya pun harus memberi self reminder bahwa ini
hanyalah film dan tidak perlu ditangisi berulang-ulang, tapi semakin saya ingat
dengan konflik yang terjadi di berbagai belahan dunia saat ini semakin itu pula
saya merasa sedih akan kenyataan yang harus dialami para penduduk wilayah yang
terkena dampak peperangan.
Pertama kali
saya belajar mengenai peperangan yang terjadi di dunia adalah saat saya
mengenyam pendidikan di kelas 9 SMP. Saat itu materinya adalah perang dunia dan
saya membaca sampai di bagian dampak positif peperangan bagi sekutu di perang
dunia kedua. Saya menerima hal tersebut dengan memikirkan bahwa dampak negatif
yang ditimbulkan mungkin hanyalah sebagian kecil dalam upaya membawa dunia ke arah
yang lebih baik. Itu dulu. Itu dulu ketika saya menyingkirkan segala penderitaan
dan jeritan kepayahan dari korban perang yang membeludak meronta di atas tanah
yang kita pakai justru dengan menyianyiakannya. Berapa banyak mahkluk tidak
bersalah dan tidak mengerti akan apa yang terjadi dimusnahkan dengan cara yang
tidak layak diterima oleh siapapun di muka bumi ini. Berapa banyak keluarga
yang tercerai-berai, teman yang saling membunuh, dan anak-anak yang bahkan
belum membayangkan bagaimana indahnya liburan bersama keluarga.
Konflik masih
beredar di luar sana, kita lakukan pertolongan sebisanya baik dengan doa
ataupun dengan memberikan bantuan materi atau kemampuan melalui berbagai
penghubung yang rela memfasilitasi. Tidak
terhitung lagi berapa malam korban perang di luar sana yang ketakutan membuka
matanya dari tidur hanya untuk memastikan apakah ia dan keluarganya masih hidup
atau tidak. Siapapun yang membaca ini, panjatkanlah doa bagi saudara-saudara
kita yang mengalami ujian hidup yang tidak terbayang betapa sulit dilaluinya. Berdoa
dipersilakan.
Untuk negeri
ini sendiri, peperangan yang terjadi bukanlah peperangan fisik seperti yang
dilakukan pada perang dunia, melainkan peperangan melawan bangsa sendiri menghadapi
kurangnya toleransi, etika bersikap, dan rasionalnya pikiran. Konflik inilah
yang memungkinkan kita terjerembap dalam pusaran kebencian yang bisa
mengakibatkan perang fisik di kemudian hari.
Setelah saya
menonton film The boy in stripped pajamas, saya membuka LINE dan melihat
timeline dari beberapa akun pemberi informasi. Sampailah saya di video yang
benar-benar membuat saya terdiam dan mulai memikirkan tentang perlunya revolusi mental terhadap bangsa ini,
revolusi terhadap segala kebodohan dalam bertoleransi, revolusi memberikan
edukasi menghargai orang lain. Video itu merupakan potongan event 2019 ganti
presiden yang dilakukan ketika CFD pada waktu weekend. Intimidasi,
pelecehan, pelanggaran hak asasi manusia dan hak pemilu mewarnai aksi yang diklaim
dilakukan atas inisiatif sendiri bukan dari LSM ataupun partai. Kecewa akan
adanya sikap purba ini tetapi yakin akan bisa diubah dengan ketekunan
memberikan edukasi.
Itu saja
beberapa hal yang bisa saya bagikan untuk tanggal 29/04/2018.
Terima kasih.
Salam
Candramawa!
Photo by: phillippelazaro/flicker
Tidak ada komentar:
Posting Komentar