Kenalkan,
aku adalah sepotong buku berwarna cokelat.
Hanya
aku yang sekarang akan berbagi cerita denganmu.
Dari
awal, ketika aku digoreskan untuk pertama kali, aku tau aku akan berakhir
seperti ini. Penulisku yang menyisakan sebutir harapan sanggup menuliskan dan
mengabadikan berbagai momen dengan kekasihnya di dalam tubuhku dengan penuh
keikhlasan sekaligus kesedihan membayangkan apa yang akan penulis alami.
Tampak
huruf-huruf di badanku mulai kehilangan nafasnya, bukan karena aku tidak
dirawat tentunya karena hal itu sudah diperkirakan oleh si penulis. Bukan juga karena sakit lamaku yang membuat si
pembaca naik pitam dibuatnya, bukan itu karena aku trauma membuat dia seperti
itu. Melainkan, rasa cinta yang bersemayam di huruf-hurufku telah hilang dari
goresannya.
Hilang
dengan cara yang sempurna hingga bisa langsung membuat lampu mati, membuat
ketidakmungkinan untuk kembali menyaksikan sejarah dari tubuhku. Hahaha si pembaca
cukup bodoh untuk memimpin hatinya, dia justru membuat sekat yang menyiksaku
hingga aku sekarat berujung kematian.
Tapi itu lampau…
Aku
telah hidup kembali dari mati suri, mati yang disebabkan kecelakaan yang
merenggut rasa si penulis, sekarang aku hidup hanya dengan ketulusan sang
pembaca yang sedang menyusun hatinya yang berantakan menyaksikan kehidupan baru
si penulis.
“Sekatnya
tebal juga ya?” tanya si pembaca
“Kau
yang membuatnya setebal itu kan?” ujar ku pelan ke si pembaca
“Tapi,
itu karena..”,
“Kau
salah”. Vonis aku jatuhkan ke si pembaca yang malang.
Puisi si penulis
Aku
tak tau mengapa
Malam
terasa lebih pekat
Udara
terasa lebih kering
Semua
terasa menyekatkan
Aku
tak tau mengapa
Semua
jadi sulit berucap
Semua
tersimpan untuk diri sendiri
Semua
diam menyepi
Aku
tak tau mengapa
Angin
membawa jiwa itu pergi
Sementara
bumi memendamku di sini
Tak
berdaya melihat jiwa itu pergi menjauh
Si
penulis –
6
mei 2016 7:53 AM
Gua kira jualan buku
BalasHapus